Jakarta, 17 September 2025 — Ribuan pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Garda Indonesia bersama mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) akan menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR RI, Rabu (17/9/2025). Aksi ini merupakan eskalasi lanjutan setelah tragedi 28 Agustus 2025 yang menewaskan dua pengemudi ojol di Jakarta dan Makassar.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menegaskan bahwa gerakan kali ini tidak akan berhenti bila tuntutan diabaikan. “Selagi Presiden masih mempertahankan Dudy Purwaghandi sebagai Menteri Perhubungan, perlawanan rakyat akan terus berlangsung,” ujarnya.
Tujuh Tuntutan Utama Ojol
Para pengemudi menuntut pencopotan Menhub Dudy Purwaghandi yang dinilai pro-aplikator dan abai terhadap nasib pengemudi. Selain itu, Garda menyampaikan tujuh tuntutan resmi:
-
Segera masukkan RUU Transportasi Online ke Prolegnas.
-
Batasi potongan aplikator maksimal 10 persen.
-
Atur regulasi tarif antar barang dan makanan.
-
Lakukan audit investigatif potongan 5 persen hak ojol yang diduga diselewengkan aplikator.
-
Hapus program merugikan, seperti aceng, slot, multi order, hingga member berbayar.
-
Ganti Menteri Perhubungan dengan sosok yang pro rakyat.
-
Kapolri usut tuntas tragedi 28 Agustus 2025.
Aksi diperkirakan diikuti 2.000–5.000 orang, terdiri dari pengemudi roda dua, driver mobil online, hingga kurir logistik.
Kolaborasi dengan Mahasiswa
Selain Garda, mahasiswa BEM UI akan membawa agenda 17+8 Tuntutan Rakyat, menambah bobot aksi ini sebagai gerakan gabungan pekerja digital dan mahasiswa. “Koalisi ini akan jadi kekuatan besar yang tak bisa diremehkan pemerintah,” kata Igun.
Mereka menegaskan aksi bukan hanya soal kepentingan ojol, melainkan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sosial-ekonomi.
Respons Politik
Sejumlah pihak di parlemen turut menyoroti masalah struktural yang dialami pengemudi online. Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Ade Suherman, menegaskan negara tidak boleh menutup mata.
Menurut Ade, relasi “kemitraan” antara aplikator dan pengemudi sejatinya timpang. “Pengemudi bekerja di bawah kendali algoritma perusahaan. Hak-hak dasar seperti jaminan sosial dan perlindungan kerja sering diabaikan,” ujarnya.
Ia merujuk Permenaker No. 5 Tahun 2025 yang mewajibkan perusahaan platform digital mendaftarkan pengemudi dalam BPJS Ketenagakerjaan. Namun, banyak aplikator yang belum patuh.
“Ini bukti nyata relasi timpang. Negara harus hadir, jika tidak ketidakadilan ini bisa menjadi bom waktu,” tambahnya.
Data Risiko Tinggi di Lapangan
Data Polda Metro Jaya mencatat sepanjang 2024 terdapat 12.555 kasus kecelakaan lalu lintas di DKI Jakarta, dengan 677 korban meninggal dunia. Angka ini memperlihatkan betapa rentannya pekerja transportasi daring yang setiap hari berada di jalan.
Pembelajaran dari Negara Lain
Ade mencontohkan kebijakan Uni Eropa yang baru-baru ini mengatur agar tanggung jawab algoritma berada pada perusahaan. Aturan tersebut mencakup perlindungan jam kerja, jaminan sosial, hingga transparansi pemotongan upah.
“Kalau kita tidak bergerak sekarang, nasib pekerja digital akan semakin terpuruk. Negara harus segera menghadirkan regulasi yang adil,” pungkasnya.