Pemerintah Swiss mengumumkan rencana menerima sekitar 20 anak dari Jalur Gaza yang mengalami luka serius akibat perang berkepanjangan. Anak-anak tersebut akan dievakuasi untuk menjalani perawatan medis di sejumlah rumah sakit Swiss.
Meski jadwal evakuasi belum ditentukan karena kondisi di Gaza yang masih tidak menentu, koordinasi intensif tengah dilakukan bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO akan memverifikasi daftar pasien serta mengatur proses seleksi, sementara otoritas Swiss akan melakukan pemeriksaan keamanan terhadap anak-anak dan anggota keluarga yang mendampingi. Setibanya di Swiss, para anak akan menjalani proses suaka.
Pemerintah Swiss menegaskan bahwa biaya koordinasi dan transportasi akan ditanggung oleh negara, sedangkan biaya pengobatan akan dipikul secara sukarela oleh kanton yang menerima pasien maupun pihak rumah sakit. Skema ini diharapkan mempercepat penanganan medis bagi anak-anak yang tidak dapat ditolong di Gaza.
Menurut data WHO, hingga kini terdapat sekitar 19.000 pasien yang masuk daftar evakuasi medis dari Gaza, termasuk 4.000 anak-anak. Sebagian besar menderita luka berat atau penyakit yang mengancam jiwa, sementara fasilitas kesehatan di wilayah itu lumpuh akibat konflik.
Perang Gaza yang telah mendekati tahun kedua tanpa gencatan senjata menyebabkan kerusakan luas dan korban jiwa yang sangat besar. Otoritas kesehatan Palestina melaporkan lebih dari 65.000 warga tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak. Konflik ini bermula sejak serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang serta menyandera lebih dari 250 orang menurut catatan resmi Israel.
Langkah Swiss ini memperlihatkan solidaritas kemanusiaan internasional yang semakin luas dalam menghadapi krisis Gaza. Sebelumnya, sejumlah negara Eropa juga telah membuka pintu bagi pasien dan anak-anak korban perang. Jerman dan Prancis, misalnya, mengalokasikan kuota bagi puluhan anak Gaza untuk menjalani perawatan intensif di rumah sakit militer dan sipil mereka. Italia dan Spanyol juga tercatat menerima sebagian kecil pasien, terutama anak-anak dengan luka bakar serius dan trauma fisik berat.
Bagi Swiss, yang dikenal netral dalam politik global, kebijakan ini menegaskan komitmen mereka pada mandat kemanusiaan, sekaligus memberi contoh bahwa netralitas tidak berarti abai pada penderitaan sipil. Sementara itu, bagi negara Eropa lain, penerimaan pasien Gaza juga menjadi bagian dari diplomasi kemanusiaan untuk menunjukkan kepedulian pada korban perang di luar batas politik.
Namun, jumlah pasien yang dapat dievakuasi masih jauh dari kebutuhan. Dari 19.000 pasien yang masuk daftar WHO, hanya sebagian kecil yang berhasil dibawa keluar Gaza. Hal ini menunjukkan tantangan besar dalam koordinasi lintas negara, keterbatasan akses medis, dan situasi keamanan di lapangan.
Meski demikian, upaya Swiss dan negara-negara Eropa lainnya tetap memberi harapan, khususnya bagi anak-anak Gaza yang menjadi korban paling rentan dalam konflik berkepanjangan. Solidaritas internasional ini sekaligus menekan pihak-pihak terkait agar membuka ruang kemanusiaan yang lebih besar, termasuk gencatan senjata untuk memungkinkan evakuasi medis lebih luas.