Isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat ke publik setelah seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, melontarkan tuduhan bahwa ijazah dan skripsi Jokowi tidak asli. Ia beralasan penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi dan lembar pengesahan tidak mungkin terjadi di era 1980-an. Pernyataan tersebut langsung ramai diperdebatkan di media sosial, bahkan memunculkan spekulasi liar yang membingungkan masyarakat.
Menanggapi tuduhan tersebut, Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai institusi resmi tempat Jokowi menempuh pendidikan, secara terbuka membantah dan menegaskan keaslian seluruh dokumen akademik Presiden. Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, menekankan bahwa Jokowi tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 1980 dan dinyatakan lulus tahun 1985 sesuai ketentuan. “Data dan arsip yang kami miliki lengkap. Tidak ada keraguan bahwa beliau memang alumni sah Fakultas Kehutanan UGM,” tegas Ova.
Ova menambahkan, pada era 1980-an, ijazah di UGM memang belum memiliki format seragam. Ada perbedaan antara satu fakultas dengan fakultas lain, dan banyak menggunakan tulisan tangan halus. Hal ini berbeda dengan standar ijazah yang kini sudah distandarkan secara nasional oleh Kementerian Pendidikan Tinggi. “Kami simpan arsip-arsip yang jelas dan itu menjadi bukti administratif yang sah,” ujarnya.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, juga menguatkan pernyataan tersebut. Menurutnya, format ijazah Jokowi identik dengan ijazah rekan-rekan seangkatannya. Perbedaan dengan fakultas lain adalah hal wajar, karena setiap fakultas memiliki kebijakan sendiri terkait format pada waktu itu. Ia menepis isu font Times New Roman dengan menegaskan bahwa layanan percetakan di sekitar kampus seperti Prima dan Sanur sudah umum menggunakan font tersebut sejak awal 1980-an. “Semua mahasiswa Fakultas Kehutanan saat itu mencetak cover skripsinya di percetakan sekitar kampus, dan itu hal biasa,” ujarnya.
Sigit juga menjelaskan bahwa seluruh isi skripsi Jokowi yang tebalnya 91 halaman diketik dengan mesin tik, sementara sampul dan lembar pengesahan dicetak menggunakan mesin percetakan. Sistem penomoran ijazah Fakultas Kehutanan pada saat itu pun berbeda dari fakultas lain, menggunakan urutan nomor induk mahasiswa ditambah singkatan FKT (Fakultas Kehutanan).
Ketua Senat Fakultas Kehutanan UGM, San Afri Awang, menambahkan pengalamannya pribadi. Ia masih mengingat betul bahwa pada masa itu, mahasiswa sudah bisa memanfaatkan jasa pengetikan komputer IBM PC, meski sebagian besar masih menggunakan mesin tik. “Prima dan Sanur itu tempat favorit mahasiswa. Jadi tidak benar jika dikatakan font seperti Times New Roman belum ada,” katanya.
Alumni sekaligus teman seangkatan Jokowi, Frono Siwo, juga membenarkan keaslian ijazah Presiden. Menurutnya, tanda tangan pejabat kampus yang tercantum di ijazah Jokowi sama dengan yang ada di ijazah miliknya. Ia juga mengingat Jokowi sebagai sosok yang pendiam, sederhana, namun humoris di kalangan teman-temannya. “Pak Jokowi itu suka mendaki gunung. Setelah lulus, kami sempat bekerja sama di PT Kertas Kraft Aceh,” kenangnya.
Dari perspektif akademik, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto, menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan menyesatkan. Ia menekankan bahwa seluruh catatan akademik Jokowi mulai dari daftar hadir kuliah, nilai ujian, yudisium, hingga berita acara wisuda masih tersimpan dan menjadi bukti sah. “Jika wisuda tercatat resmi, maka ijazah jelas ada dan diakui,” ungkapnya. Marcus juga menolak anggapan bahwa UGM melindungi Jokowi, karena semua klarifikasi dilakukan berdasarkan bukti, bukan karena status beliau sebagai presiden.
Kasus tuduhan ijazah palsu bukan kali pertama dialamatkan kepada Presiden Jokowi. Sejak masa pencalonannya sebagai kepala daerah hingga presiden, isu serupa kerap dimunculkan pihak-pihak tertentu menjelang momentum politik penting. Meski berkali-kali dibantah dengan bukti valid dari UGM, isu ini tetap bergulir di ruang publik dan media sosial, menandakan betapa rentannya informasi palsu (hoaks) memengaruhi opini masyarakat.
Pakar hukum dan pendidikan menilai, tuduhan tanpa dasar seperti ini berpotensi mencederai kredibilitas lembaga pendidikan tinggi sekaligus mengaburkan kepercayaan publik terhadap dokumen akademik. UGM sebagai salah satu universitas tertua dan bergengsi di Indonesia menegaskan bahwa menjaga integritas akademik adalah bagian dari tanggung jawab institusi, sehingga klarifikasi diperlukan bukan hanya untuk nama baik Jokowi, tetapi juga bagi nama baik UGM dan dunia pendidikan nasional.
Dengan demikian, rangkaian bantahan dari Rektor, Dekan, Senat, Guru Besar, hingga alumni, memperkuat satu kesimpulan: tuduhan ijazah palsu Jokowi tidak memiliki dasar akademik, hukum, maupun fakta historis yang sah. Alih-alih melemahkan, isu ini justru memperlihatkan bahwa catatan akademik Jokowi di UGM terdokumentasi dengan rapi dan terverifikasi.