Menkeu Purbaya Belum Perlu Tax Amnesty: Bisa Rusak Kredibilitas Pemerintah

Kategori: Kementerian | Oleh admin | 19 Sep 2025 19:45 | 👁️ 30 kali dibaca
Bagikan: WhatsApp Facebook
Menkeu Purbaya Belum Perlu Tax Amnesty: Bisa Rusak Kredibilitas Pemerintah

Menkeu Purbaya Belum Perlu Tax Amnesty: Bisa Rusak Kredibilitas Pemerintah

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan terburu-buru menggelar program pengampunan pajak (tax amnesty) baru dalam waktu dekat. Menurutnya, penyelenggaraan tax amnesty secara berulang justru dapat menimbulkan dampak negatif, terutama terhadap kredibilitas pemerintah dalam menegakkan aturan perpajakan.

“Kalau (tax amnesty) berkali-kali, bagaimana kredibilitasnya? Itu memberi sinyal ke pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ada amnesti lagi. Itu yang tidak boleh terjadi,” ujar Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Risiko Tax Amnesty Berulang

Purbaya menilai, meskipun tax amnesty bisa meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek, jika dilakukan terlalu sering maka wajib pajak akan memanfaatkannya sebagai celah untuk menghindari kewajiban pajak.

“Pesannya bisa berbahaya. Tahun ini saja sudah dua kali kita keluarkan. Kalau ada lagi ketiga, keempat, kelima, lama-lama orang berpikir: ‘ya sudah, kibulin aja pajaknya, nanti kan diputihkan lagi lewat tax amnesty’,” jelasnya.

Dengan pola pikir seperti itu, menurut Purbaya, kepatuhan sukarela (voluntary compliance) justru akan menurun. Alih-alih memperkuat basis penerimaan negara, tax amnesty berulang hanya akan melanggengkan praktik penghindaran pajak.

Fokus pada Optimalisasi Regulasi

Daripada terus-menerus mengandalkan tax amnesty, Purbaya menegaskan Kementerian Keuangan akan memaksimalkan instrumen hukum yang sudah ada, termasuk memperbaiki tata kelola perpajakan, memperketat pengawasan, dan menutup celah penggelapan pajak.

“Kalau tax amnesty setiap tiga tahun, ya sudah semua menyelundupkan uang. Itu pesan yang sangat buruk. Jadi saat ini kita fokus optimalkan regulasi yang ada, meminimalkan penggelapan pajak, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi sehat,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten di kisaran 6–7 persen, penerimaan pajak bisa meningkat secara alami tanpa harus memberikan kelonggaran yang terlalu sering kepada para wajib pajak.

Rasio Pajak dan Tantangan Ekonomi

Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam hal rasio pajak (tax ratio) yang cenderung stagnan. Data menunjukkan, meski dua kali program tax amnesty dilaksanakan, tax ratio belum menunjukkan peningkatan signifikan.

Menurut Purbaya, kunci perbaikan adalah ekspansi basis pajak melalui pertumbuhan sektor produktif, digitalisasi perpajakan, serta peningkatan kepatuhan wajib pajak besar maupun UMKM.

“Kalau tax ratio bisa dijaga konstan, tapi ekonominya tumbuh cepat, otomatis penerimaan pajak juga naik. Jadi itu yang sekarang kami dorong, bukan lewat amnesti lagi,” paparnya.

Latar Belakang Program Tax Amnesty

Sebagai catatan, Indonesia pernah melaksanakan Tax Amnesty Jilid I pada 2016, yang berhasil menarik deklarasi harta lebih dari Rp4.800 triliun dan tebusan pajak sekitar Rp135 triliun. Kemudian, Tax Amnesty Jilid II melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022 menghasilkan tambahan penerimaan sekitar Rp61 triliun.

Namun, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa tax amnesty seharusnya hanya menjadi instrumen luar biasa (extraordinary measure), bukan solusi rutin. Jika dilakukan berulang kali, kredibilitas otoritas pajak bisa runtuh karena dianggap tidak tegas terhadap pelanggar aturan.

Bagikan: WhatsApp Facebook

Komentar

Login untuk menulis komentar Daftar

Belum ada komentar.